Saya datang membawa sebuah cerpen yang sangatlah jauh
dari kata sempurna. Jika ada salah-salah kata saya mohon maaf. Typo may be
applied. Don’t forget to give a comment.
PART I
“Dinda!!!”pekik seseorang ketika aku sedang berjalan
keluar dari gerbang sekolahku tercinta.
Segera ku balikkan badanku dan di sana ku dapatkan
seseorang yang berjalan menghampiriku dengan senyum yang mengembang di
bibirnya. Seorang pria berkaos biru polos dan dibalut dengan jaket hitam. Pria
itu tampan. Bahkan bukan hanya tampan tapi menawan. Ku amati wajahnya dengan
seksama, sepertinya wajah ini sangat familiar bagiku. Tatapan mata sipit itu
seakan tatapan yang sangat ku kenal. Tapi siapa? aku tak ingat.
“Maaf kamu manggil aku?”tanyaku lembut takut menyinggung
perasaannya.
“Ya iyalah emang Dinda siapa lagi yang ku kenal selain
kamu.”jawabnya lagi-lagi tersenyum.
Aku hanya diam, otakku masih berpikir keras mengingat
siapa dia.
“Apa kau lupa denganku?”tanyanya.
“Aduh, siapa sih.”batinku.
Ketika ku berpikir tak sengaja ku melihat gelang putih
yang melingkar di pergelangan tangannya. Persis seperti gelang yang ku kenakan
sekarang. Otakku mulai menemukan jawaban, dan..
“Kak Rafa!”pekikku setelah cukup lama berpikir dan aku
segera menghambur ke pelukannya. Dan ia juga membalas pelukanku.
Nyaman. Itu yang ku rasa. Telah lama aku tak merasakan
pelukan hangat dan nyaman itu.
“Akhirnya kakak kembali.”ucapku di pelukannya.
Kini pikiranku menerawang ke kejadian 6 tahun silam.
Kejadian yang sempat membuatku menangis semalaman. Mungkin sedikt berlebihan,
tapi itu kenyataan. Kenyataan pahit yang harus ku alami. Sahabat terbaik dan
sahabatku tercinta pergi. Namun, itu enam tahun silam. Kini, dia ada di depanku
dan aku berada di dekapan hangatnya.
Tak terasa buliran bening mengalir di mataku. Mungkin
aku terlalu kangen atau mungkin aku terlalu senang karena bisa bertemu
dengannya kembali atau mungkin aku memang gadis yang cengeng.
“Udah besar masih cengeng aja.”umpatnya.
“Biarin. Aku begini juga gara-gara kakak. Aku kangen tau
sama kakak. Kangen berat, berat banget bahkan timbangan sampai rusak karena gak
bisa ngukur betapa kangennya aku sama kakak. Emang kakak gak kangen nih?”ucapku
manja.
“Kamu kok jadi lebay gitu sih. Pastinya dong kakak
kangen. Kangen sama suara cempreng kamu.”ucapnya. Aku hanya cemberut mendengar
ucapannya.
“Jangan cemberut dong. Nanti cantiknya luntur
loh.”ucapnya tersenyum.
Aku pun membalas senyuman manisnya.
“Kak, aku males pulang nih. Jalan-jalan aja yuk.
Terserah deh kakak ngajak kemana. Mau ya kak? Kan udah lama gak jalan-jalan
sama kakak.”rengekku manja sambil memeluk lengan kirinya.
“Iya, apa sih yang gak buat kamu.”jawabnya sambil
mencolek daguku.
***
Kini kak Rafael mengajakku ke sebuah taman. Taman dekat
kompleks rumahku. Taman yang dulu sering aku datangi dengan Kak Rafa.
Kami pun menuju ke sebuah bangku khas taman di bawah
pohon beringin besar yang rindang.
“Kak, es krim.”ucapku.
“Bentar ya.”ucapnya lalu pergi dan tak lama dia kembali
membawa dua es krim. Es krim coklat dan strawberry.
Es krim, itu selalu membuatku ingat dengan kak Rafa.
Jika ke taman, kita selalu membeli es krim dan memakannya di kursi taman yang
ku duduki sekarang. Ah, serasa kembali ke masa lalu jika mengingat itu semua.0menikmati es krim nikmat
itu.
“Tadi pagi.”jawabnya singkat.
“Kenapa gak bilang sih. Aku kan bisa jemput kakakdi
bandara.”
“Kan kakak mau beri surprise ke kamu.”
“Oya, sama siapa kak kesini? Kakak bakal menetap di sini
kan?”
“Kakak ke sini dengan teman kakak. Hhm.. kayaknya kakak
gak bakalan netep di sini. Lagian kuliah kakak di sana belum kelar.”
“Yah kakak. Kenapa gak betap di sini sih. Kalau gitu mah
gak usah kembali ke sini sekalian tinggal aja di Paris sana gak usah
balik-balik ke Indonesia.”jawabku kesal. Dia malah tersenyum dan mencubit pipi
chubbyku.
“Sakit kakak!”ucapku dengan nada agak tinggi dan mencoba
melepaskan tangannya yang mencubit pipiku. Dia hanya tertawa.
“Udah jangan manyun. Aku kemarin barusan liburan ke
Swiss dan aku bawa coklat lho.”
“Beneran kak? Mau-mau mana coklatnya.”ucapku dengan mata
berbinar-binar seakan lupa dengan acara ngambekku tadi.
“Nih.,”dia mengeluarkan lima batang coklat dari saku
jaketnya dan segera memberikannya kepadaku.
Tanpa ragu lagi, aku pun menerimanya dan memasukkan ke
empat batang ke dalam tas unguku.
“Coklat.. coklat..”ucapku sambil membuka bungkus coklat
yang tak ku masukkan ke dalam tas.
“Eitss, tapi aku masih ngambek sama kakak.”lanjutku
sambil memberikan coklat yang diberikan kak Rafael tadi.
***
“Dinda pul...”ucapku terpotong ketika melihat seorang
wanita yang lebih tua dariku dan seumuran kak Rafael yang telah duduk manis di
ruang tamu rumahku.
Part II
“Hi, Raf. I wait you since 2 hours ago.”ucap wanita itu
dan memeluk kak Rafa. Edangkan kak Rafa malah diam aja seperti menikmati
pelukan itu
Karena ku malas melihat mereka berdua, segera saja ku
langkahkan kaki ku menuju ke kamar. Jujur, aku cemburu melihat perempuan itu
memeluk kak Rafa ketika menyambut kedatangan kami.
‘BRAKK’
Ku tutup pintuku keras. Segera ku rebahkan tubuhku di
kasur empukku. Dan tak lama aku telah terbang ke alam mimpi.
***
Ternyata malam telah tiba. Lapar. Segera ku langkahkan
kakiku menuju dapur. Namun apa yang ku temui tak ada makanan sedikitpun.
Akhirnya ku putuskan untuk mengambil kunci mobil ku di ruang tengah dan segera
melajukannya menuju sebuah restoran cepat saji.
Tak lama kemudian, aku telah mendapat apa yang aku
inginkan. Tetapi, baru saja aku akan menyuapkan makanan ke mulutku. Lagi-lagi
aku melihat sesuatu yang membuatku jealous. Aku melihat lagi kak Rafa yang
sedang makan bersama wanita yang ku lihat di rumahku tadi siang. Siapa sih dia?
Deket banget dengan kak Rafa. Ah, bikin jealous saja. Seketika itu juga hilang
sudah selera makanku. Aku tak jadi lapar. Segera ku berdiri dan segera
meniggalkan tempat ini. Namun…
“Dinda!”pekik seseorang yang ku tahu pasti kak Rafa.
“Ah, kenapa kak Rafa harus melihatku sih.”gumamku.
Aku pun membalikkan badanku dan dengan senyum yang
terpaksa ku menghadap kak Rafa.
“Sama siapa din?”tanya kak Rafa
“Sendiri.”jawabku singkat
“Kok gak ngajak kakak sih.”
“Hai Raf.”ucap seseorang dari belakang kak Rafa dan
menggelayut manja di lengan kiri kak Rafa.
“Siapa ini?”tanyanya sambil menunjukku.
“Aku pergi.”ucapku dan pergi begitu saja.
“Hei mau ke mana.”ucap kak Rafa sedikit berteriak. Namun
tak sedikitpun aku menoleh.
Saat sudah berada di luar restoran aku pun sedikit
melihat ke dalam. Dan ku dapati si wanita itu masih bergelayut manja di lengan
kak Rafa dan mengajaknya kembali duduku untuk meneruskan makan malam mereka.
Aku hanya mendengus kesal melihat mereka.
Sesampainya di rumah, segera ku rebahkan tubuhku di
kasur empukku.
“Cowok emang gak peka. Gak pernah peka. Aku jealous kak.
JEALOUS!!!” ucapku cukup keras.
“Oh, ternyata kamu jealous? Bilang dong.”ucap seseorang
yang keluar dari balik pintu kamarku yang kebetulan tak terkunci.
Segera ku mengubah posisi ku menjadi duduk.
“Ka.. kak? Se..sejak kapan di sini? Jangan bilang
kalau..”ucapku menggantung.
“Kakak udah dengar semuanya.”ucapnya mantap.
“Mampus.”ucapku menepuk jidat
“Mampus kenapa sih?”tanyanya.
Aku hanya bisa menunduk dan diam karena tak bisa
menjawab pertanyaan kak Rafa.
“Nih, aku bawain makanan. Aku tahu kok kamu belum makan.”ucap kak Rafa.
Aku masih diam tak bergeming.
“Kok diam aja sih. Masih jealous? Kan kakak udah di sini
ayo dong dimakan.”ucapnya lembut dan duduk di pinggir tempat tidurku.
“Hmm. Kakak gak marah?”tanyaku lirih.
“Kenapa marah? Emang kamu punya salah? Gak kan? Kakak
malah seneng kamu begitu berarti kamu sayang sama kakak. Maafin kakak ya tadi
gak ngajak kamu padahal kan kakak ke sini special buat ketemu kamu.”ucap kak
Rafa panjang lebar.
“Thanks ya kak.”ucapku sambil membaur memeluk kak Rafa.
“Kakak emang beneran gak peka. Aku bukan jealous karena
kak Rafa gak ngajak aku jalan. Aku tuh jealous karena aku tuh cinta sama kakak.
I Love You kak. Sudahlah mungkin memang belum waktunya.”batinku
“Udah, buruan dimakan keburu dingin.”
Aku hanya mengangukkan kepala dan segera membuka makanan
yang sedang dibawa kak Rafa. Ujur, aku
lapar sangat. Kak Rafa datang di saat yang tepat.
“Sudah makannya?”aku mengangguk pelan.
“Kalau gitu kamu tidur ya, kak mau pulang.”ucap kak Rafa
menyelimutiku dan mencium kening ku sekilas.
“Have a nice dream, princess.”
“Have a nice dream too. Aku tidur dulu ya
pangeranku.”ucapku tersenyum manis.
Dia hanya membalasanya dengan senyuman khasnya dan beranjak pergi ke luar kamar.
***
Sinar matahari telah mengganggu tidurku. Sepertinya ada
yang membuka gorden kamarku. Huh, padahal hari ini adalah hari Minggu, aku
masih ingin berkelana di dunia mimpi. Dengan malas aku mencoba membuka mataku
dan mendudukkan tubuhku.
“Pagi cantik.”ucap seseorang sambil tersenyum manis
kepadaku dan duduk di tepi tempat tidurku.
“Pagi kakak. Pasti yang buka gorden jendela kakak nih.
Masih ngantuk kakak. Aku tidur lagi ya.”ucapku sambil menarik selimut dan
menariknya hingga menutupi wajahku.
“Eitts gak ada tidur lagi. Kebiasaan deh kamu. Ayo
bangun.”ucap kak Rafa sambil menarik tanganku agar aku terduduk kembali.
“Kakak selalu deh. Sukanya bangunin orang. Nagntuk
kak.”jawabku sambil mencoba merebahkan tubuhku kembali tpi ditahan oleh kak
Rafa.
“Ayo bangun.”lagi-lagi kak Rafa menarik tanganku hingga
aku berdiri. Padahal mataku sedari tadi masih tertutup.
“Ayo buruan mandi.”suruh kak Rafa lagi.
“Aissh, iya kakakkku yang bawel.”ucapku kesal sambil
mraih handuk dan berjalan menuju kamar mandi dengan mata merem melek.
‘DUGH’
Karena berjalan sambil merem, aku menabrak pintu kamar
mandi.
“Aww.”rintihku. “Ngehalangin jalan aja nih pintu.”ucapku
kesal dan terdenagr suara cekikikan. Sepertinya kak Rafa menertawakanku. Tanpa
menengok kak Rafa yang sedang tertawa puas, aku segera mandi.
***
“Nasi goreng.”ucapku ketika aku telah duduk di kursi
meja makan.
Segera ku balik piring di hadapanku dan bergegas
mengambil nasi goring di piring besar itu dengan semangat. dan ketika aku akan
menyuapkan nasi goring ke mulutku.
“Eittss. Do’a dulu dong.”ucap Kak Rafa di sebelahku
“Hehehe. Iya kak lupa.”
“Ayo makan.”ucapku setelah selesai berdo’a.
Pagi tu, aku sangat semangat untuk sarapan. Kami hanya
makan pagi berdua maklum mama papa sedang di Jerman semenjak satu minggu yang
lalu. Maka dari itu aku seneng banget sekarang kak Rafa ada di sini.
***
“Win!!! Hahaha.”ucapku sambil tertawa karena aku sedang
bermain Game dengan Kak Rafa. “Hahaha kakak kalah lagi kan. Tetep aku yang
menang kakak mah payah. Ucapku sambil mengacungkan ibu jariku lalu
membalikkannya.
“Oo, gitu ya sekarang pinter ngeledek juga. Awas ya aku
kejar kamu.”ucap kak Rafa yang sudah mulai mengambil ancang-ancang untuk
mengejarku.
Aku pun mulai berlari sebelum kak Rafa menangkapku.
“You lose. You lose..”ejekku pada kak Rafa yang sedang
mengejarku.
Tiba-tiba
‘DUGG’
Aku tersandung meja ruang tamu di depanku karena aku
berlari sambil menengok ke belakang sedangkan aku jatuh terduduk ke belakang.
Dan..
‘PRANGG’
Vas bunga yng berada di atas meja yang ku tabrak tadi
terjatuh dan itu sukses membuat vas itu pecah.
“aww.”keluhku karena pantatku terasa sakit.
Kak Rafa yang melihat kejadian tadi hanya tertawa
melihatku kesakitan.
“Kakak, bantuin napa. Ah, sakit tau.”ucapku kesal karena
melihat kak Rafa yang besenang-senang di atas penderitaanku.
“Iya iya. Bangun deh gak usah manja.”ucap kak Rafa
sambil mengulurkan tangannya kepadaku, sedangkan aku menerima uluran tangan itu
dan berdiri.
“Ugh, kak?”ucapku sambil mengusap-usap pantatku yang
masih lumayan sakit.
“Iya.”
“Itu gimana vas nya?”tanyaku khawatir.
“Aku panggilin bibi deh biar dibersihin. Bi. . Bibi
tolong dibersihin ya.”
“Udah kan?”tanya kak Rafa ketika bibi telah selesai
membersihkan serpihan kaca yang berserakan di lantai.
“Iya sih. Tapi, bukan cuma itu.jawabku masih dengan muka
cemas.
“Terus apa?”
“Assalammualaikum.” ucap seorang wanita paruh baya
sambil menghampiriku yang sedang berdiri di ruang tamu.
“Waalaikumsalam. Mamaaaaa….”ucapku sembari memeluk
wanita paruh baya itu yang ternyata mamaku. “Aku kangen mama.”
“Mama juga sayang. Eh ada nak Rafa.”
“Iya tante.”jawab kak Rafa sambil mencium telapak tangan
mamaku.
“Papa mana ma?”tanyaku
“Papa gak ikut pulang, masih sibuk. Kok kalian berdiri
sih. Duduk yuk.”
“Din..”panggil mama ketika kami telah duduk.
“Iya ma.”
“Kok kayaknya ada something miss ya. jangan bilang kamu
pecahin vas kesayangan mama lagi.” aku hanya diam. “Dinda, gak salah lagi nih. Dinda
dinda udah berapa vas kesayangn mama yang kamu pecahin. Mama heran deh, kamu
tuh cewek tapi ceroboh banget. Agar kamu kapok, mulai hari ini sampai satu
bulan ke depan kartu kredit kamu mama sita dan mama bakal kasih kamu uang cash.
Ini sudah keputusan mama dan gak ada tawar menawar.”ucap mama panjang lebar dan
berlalu pergi begitu saja.
“Dateng-dateng malah marah-marah. Hufft, nyebelin gara –
gara kakak sih.”ucapku ngomel sendiri.
“Kok jadi gara-gara kakak. mankanya jadi orang jangan
ceroboh.”ucap kak Rafa mengacak rambutku dan pergi.
***
Part III
“Ke mana sih nih orang satu. Lama amat. Udah garing
nungguin di sini.” Gerutuku yang sedang menunggu kak Rafa di gerbang
depan sekolah.
Tak lama sebuah sedan hitam berhenti di depan ku dan
perlahan kaca mobil terbuka.
“Dinda ayo masuk.”ucap kak Rafa dengan muka yangtak
menunjukkan rasa bersalah sedikit pun karena telah telat menjemputku. Uhm,
sungguh menyebalkan. Dengan muka kesal aku langsung menuju pintu di sebelah
kiri kemudi.
“Kakak, lama banget aku udah..”ucapku menggantung ketika
ku buka pintu ternyata ada seseorang wanita yang aku lihat kemarin dengan kak
Rafa sedang memaparkan senyum yang menyebalkan padaku. Aku hanya membalasnya
dengan senyuman kecut dan segera duduk di jok belakang mobil. Dari belakang aku
melihat mereka berdua sedang bercanda berdua tanpa memperdulikan diriku di
sini. Uh, kalau seperti ini jadinya tak akan lagi aku meminta kak Rafa untuk
menjemputku. Cukup ini yang terakhir dia menjemputku. Kalau begini caranya,
ngapain pulang ke Indonesia? Sekalian aja netap di Paris gak usah balik-balik
ke Indonesia kalau bisanya cuman buat aku jealous melulu. Lama-lama kesel juga
lihat mereka.
***
Ternyata, kak Rafa tak segera mengantarkanku pulang. Dia
memakirkan mobilnya tepat di depan sebuah restoran cepat saji. Setlah mobil
berhenti, segera ku langkahkan kaki ku keluar dan memasuki restoran. ku
langkahkan kaki ku menuju sebuah meja yang berada di pojok di sebelah jndela
kaca. Ku panggil seorang waiter. Segera ku pesan spaghetti dan moccacino float
ice.
“Din, udah
pesen?”tanya kak Rafa yang menghampiriku dan menempati kursi kosong di depanku.
“Udah.”jawabku singkat. Akhirnya kak Rafa memesan makanan untuknya dan untuk temannya.
‘Drrt.. drrt..’
Hapeku bergetar, ada panggilan masuk.
“Iya, kenapa?”.
“…”
“Wah, kebetulan dong gue juga lagi di sini.”.
“…”
“Boleh juga tuh. Oke gue susul ke sana.”
‘tut’ telepon berakhir. Ku raih tas selempang di kursi
sebelahku dan berdiri. Belum sempat ku melangkahkan kakiku.
“Mau ke mana? Makanan kan belum datang.”ucap kak Rafa
“Bukan urusan kakak.”ucapku jutek dan pergi.
“Tuh anak kenapa sih akhir-akhir ini sensi banget.”ucap
kak Rafa yang masih bisa ku dengar.
***
“Hai Rez.”sapa ku pada seseorang yang sedang memakai
kaos putih, jeans hitam panjang. Dan memakai topi hitam yang kini sedang
memunggungiku.
“Hai din.”sapanya balik
sambil membalikkan badannya. Aku hanya tersenyum tipis.
“Boleh nih gue coba.”
“Battle aja.”
“Ok.”ucapku menyanggupi.
Aku sekarang memang sedang berada di sebuah zona games
di sebuah Mall yang berada tepat di depan restoran tempat kak Rafa mengajakku
tadi. Dan kini aku dan sahabatku, Reza sedang bermain DDR. Itu memang game
favorit kami berdua. Kami sering ngehabisin waktu cuman buat main DDR.
“Win!”ucap Reza kegirangan lalu meraih minuman dingin di
dekatnya dan menenggaknya. “Loe kalah lagi din. Kita udah dua kali main tapi
loe kalah melulu gak biasanya loe begini. Lagi ada masalah?”tanya Reza
menunjukkan wajah khawatir.
“Gue gak apa kok za, cuman lagi gak enak badan
aja.”dustaku.
“Ya udah, kalau begitu kita pulang aja yuk. Gue
anterin.”
***
‘tok tok tok’
“Din?” terdengar suara pintu kamarkun dan suara
seseorang yang sudah familiar di telingaku. Dengan malas aku pun membukakan
pintu kamarku.
“Kenapa kak?”tanyaku jutek
“Gak papa. Syukur deh kalau kamu udah pulang. Kamu udah
makan?”tanyanya. Dari raut wajahnya tergambar jelas bahwa dia khawatir
kepadaku.
“Gak penting juga aku beri tau kakak.”ucapku dingin dan
menutup pintuku. Tapi, tangan kak Rafa menahan daun pintu kamarku.
“Kamu kenapa sih din dari kemarin marah-marah melulu.
Kakak gak ngerti deh, kalau kakak punya salah kakak minta maaf deh.” Aku hanya
diam memandang kak Rafa. “Kok diem sih. Maaf deh maaf kalau kakak punya salah.
Apa gara-gara kakak telat jemput ya? maaf deh din. Maafin kakak ya. Jangan
marahan lagi dong.”ucap kak Rafa sambil menggenggam tanganku. Aku masih diam ,
menunduk, dan tak menjawab pertanyaan kak Rafa. “Aduh din, kakak tambah bingung
deh kamu kenapa sih? Cerita dong sama kakak.”
“Udah kak aku mau tidur dulu, capek.”ucapku yang
akhirnya membuka suara dan menutup pintu kamarku, kini tangan kak Rafa tak
menahannya lagi.
***
‘pagi, tuan putri. Pasti lapar kan? Aku tahu dari
kemaren kamu belum makan kan? Aku gak tahu kenapa kamu kok diemin kakak kayak
gini. Tapi, kakak harap kamu makan nasi goreng ini. Ini buatan kakak lho. Enjoy
this meal, beautiful princess.
-rafa-‘
“Maaf kak bukan maksud ngediemin kakak, tapi hati aku
sakit ngelihat kakak deket banget sama temen kakak, bahkan aku yakin kakak
pasti pacaran sama perempuan itu. Meski aku gak ngedapetin cinta kakak, tapi
aku seneng banget kakak perhatian kayak gini sama aku. Thanks My Prince.”ucapku
lirih setelah membaca note biru dari kak Rafa. Seuntai senyum terlukis di
bibirku. Dengan lahap aku memakan nasi goreng terspesial itu.
***
‘kak, jalan yuk. Aku suntuk.’ Sebuah pesan singkat ku
kirimkan ke kak Rafa.
‘iya, habis ini kakak ke sana ya.’ sebuah balasan yang
membuatku senang.
‘tapi berdua ya kak.’ Ku balas pesan singkat kak Rafa
karena aku takut jika kak Rafa akan mengajak ‘dia’ lagi.
‘sip’ Aku lega mendengar jawaban kak Rafa
***
Hari ini adalah hari Sabtu, satu minggu sudah kak Rafa
ada di Indonesia. Selama itu juga aku ngejalanin hukuman dari mama. Dan setelah
aku jalan dengan kak Rafa berdua, kulihat dia sudah tak pernah jalan lagi
dengan wanita itu J.
“Kak, dress nya bagus deh.”ucapku sambil menunjuk sebuah
dress selutut tanpa lengan berwarna biru langit yang terpampang indah di
display toko di Mall.
“Terus?”tanya kak Rafa
“Kak, aku beli ya?”
“Ya udah, beli aja.”
“Mana?”
“Apanya?”
“Kartu kredit kakak lah.”
“Pake punya kamu sendiri dong.”
“Yah, kakak kan tahu kalau punya aku disita mama.”
“Ya udah gak usah beli.”
“Yah, tapi aku kepingin banget. Aku pinjem deh kak.
Nanti aku balikin bulan depan. Ayo dong kak, please. Kakak ganteng deh, apalagi
bibirnya seksi deh. Ayolah.”rengekku
“Udah banyak yang bilang kakak ganteng. Kakak gak bakal
beliin ataupun pinjemin uang sekali-kali kamu harus bisa nahan nafsu belanja
kamu. Kita makan aja deh daripada di sini nnati kamu ngiler lagi ngelihatin tuh
baju mulu.”cerocos kak Rafa panjang lebar.
***
Part IV
@Food Court
“Kamu mau pesen apa?”tanya kak
Rafa.
“Terserah.”jawabku cemberut.
“Udah deh gak usah gitu nanti
cantiknya ilang lho.” “Bentar aku mau pesen makan.”lanjutnya dan pergi
***
“Dimakan dong din. Jangan di
aduk-aduk melulu makanannya.”ucap kak Rafa karena melihatku hanya mengaduk-aduk
makanan yang berada di depanku. “Din, besok malam dateng ya ke rumah kakak.
mama kakak tadi pagi dateng dan katanya mau ngajak kamu makan malam di rumah
bareng.”
“Tante udah pulang kak? Wah,
besok makan enak nih. Udah kangen banget sama masakan tante.”ucapku seakan lupa
acara ngambekku tadi.
“Ya udah, tapi kakak gak jemput
ya.”
“Ngapain juga dijemput orang
rumah tinggal nyebrang pager aja.”
“Iya ya. Kalau gitu maka gih
makanan kamu.”
“Gak deh kak.”
“Aku suapin ya. aaaa.”ucap kak
Rafa lalu menyendokkan nasi uduk yang telah kuaduk-aduk tadi. Karena disuapin,
jadi aku makan juga nasinya. Meski kayak anak kecil yang harus disuapin bair
mau makan. Haha, tak apalah aku ingin bermanjaria sama kak Rafa sebelum dia balik
ke Paris.
***
“Tante..”ucapku sedikit berteriak ketika bertemu mama kak Rafa, tante Nia di ambang pintu.
“Tante..”ucapku sedikit berteriak ketika bertemu mama kak Rafa, tante Nia di ambang pintu.
“Hi sayang, apa kabar?”ucap
tante Nia ramah kepadaku.
“Baik kok tan. Tante sendiri?”
“Tante baik kok.”
Aku memang dekat dengan
keluarga kak Rafa. Keluarga kami memang sudah seperti saudara.
“Masuk yuk. Mama papa mu sama
Om Joni udah nunggu lho.”lanjut tante Nia.
***
“Papa? Papa kok udah di sini
sih gak pulang dulu. Dinda kangen tau.”ucapku dan memeluk papa setelah melihat
papaku yang sedang berbincang asyik dengan om Joni, papa kak Rafa.
“Surprise dong sayang papa juga
baru sampai.”
“Kita makan saja dulu yuk.”ucap
tante Nia dan merangkul pundakku.
Aku pun berjalan bersama tante
Nia menuju ruang makan sambil sesekali berbincang. Tak tahu kenapa rasanya hari
ini aku bahagia banget. Dari tadi senyum tak henti-hentinya terlukis di
wajahku. Namun senyum itu memudar ketika ku lihat kak Rafa sudah stand by di
meja makan sedang mengobrol asyik dengan perempuan yang sering jalan dengan kak
Rafa. Ah, perempuan menyebalkan itu dateng lagi. Sabar Dinda sabar..
Makan malam pun dimulai, aku
mengambil kursi kosong di depan kak Rafa sedangkan sebelah kiriku adalah Mama
dan sebelah kanan adalah tante Nia.
“Kayaknya bahagia banget sih
kak Rafa. Nyebelin banget ngapain sih itu orang dateng juga. Ah, nyebelin
nyebelin nyebelin.”ucapku geram dalam hati.
“Sebenarnya pada kesempatan ini,
saya ingin menyampaikan berita penting. Berita pentingnya adalah saya ingin
menjodohkan anak saya, Rafael.”ucap Om Joni di sela-sela makan malam kami.
‘uhuk..uhuk..’ aku terbatuk
karena kaget mendengar ucapan Om Joni. Siapa yang bakal dijodohin ama kak Rafa?
Apa perempuan itu?
“Sayang, hati-hati dong.”ucap mamaku sambil
mengelus-elus punggung ku pelan.
“Maaf, aku permisi dulu.”ucapku
dan pergi.
Ku langkahkan kakiku menuju
taman belakang rumah kak Rafa.
“Arrgghhh… You make me
crazy!!!”teriakku dan aku terduduk lemas di rerumputan. Ku tutupi wajahku dengan
kedua telapak tanganku. Aku menangis, pertahanan ku jebol. Hatiku terlalu
sakit, padahal tak seharusnya aku seperti ini. Aku menangis terdiam, meskipun bahuku bergetar. Hanya terdengar
suara serangga di taman yang hanya berpenerangan remang-remang itu. “Aku
mencintainya, Tuhan. Ini terlalu sakit. Meskipun kau tahu ini memang akan
terjadi.”ucapku dalam hati. “Kakak. Saranghae.”
Tiba-tiba aku merasakan sebuah
tangan kekar memegang bahuku yang bergetar, ku buka telapak tanganku yang telah
basah karena air mata. Ku coba menghapus air mata ku. Dan ku putar kepalaku
untuk melihat siapa orang yang sedang memegang bahuku. Betapa terkejutnya aku
ternyata yang memegang bahuku adalah orang yang saat ini ku tangisi.
“Hi Kak.”sapaku pada kak Rafa
dengan senyum yang sedikit ku paksakan dan suara yang kubuat senormal mungkin
meski ku tahu mataku yang telah sembab ini tak bisa menutupi bahwa aku habis
menangis.
“Dinda.”ucapnya lirih. Tanpa
membuang waktu, aku berdiri dan segera ku peluk Kak Rafa. Aku menangis lagi.
Entahlah, aku masih ingin menangis. Air mataku mengalir tambah deras di pelukan
kak Rafa, bahkan kemeja yang digunakan kak Rafa sekarang mungkin sudah sangat
basah karena air mataku. “Udah dong jangan nangis, kita duduk yuk.”ucapnya
lembut. Sekarang kami duduk di sebuah kursi putih panjang khas taman. Kini kami
duduk berhadapan. Kak Rafa memegang kedua pipiku. “Kamu salah paham,
Dinda.”ucapnya menatap dalam mataku. Aku yang tadi menatap matanya kini
menunduk.
“Selamat ya kak, semoga kakak
bahagia.”ucapku sangat lirih bahkan mungkin hampir tak terdengar.
“Iya, aku bahagia sama kamu.”
“Maksud kakak?”tanyaku dan
sedikit mendongakkan kepalaku mencoba memberanikan menatap mata Kak Rafa.
Mencoba mencari apa maksud pernyataan kak Rafa. Namun, yang ku lihat hanya
seuntai senyum indah di bibirnya.
“Kamu salah paham, Dinda. Aku
memang mau dijodohkan, tapi bukan dengan Rena, temanku yang selama ini
sepertinya berhasil membuatmu cemburu.” Aku masih diam meresapi perkataan kak
Rafa. Apa maksudnya? Sungguh otakku bekerja sangat lambat. “Bukan dia, Rena
yang akan menjadi pendamping hidupku. Tapi kamu.”
“Eh? Aku?”
“Iya, Dinda Putri Kirana.”
“Gak lucu.”
“Emang begitu kok kenyataannya
sayang.”ucap mamaku yang tiba-tiba muncul dan berjalan mendekati kami bersama
papa dan ortu kak Rafa. Dan juga si Rena. Entah kenapa si Rena sekarang
tersenyum, senyumnya berbeda senyumnya tak menyebalkan.
“Kamu sih om belum selesai
ngomong udah main lari aja.”celetuk om Joni
“Jadi bener?”tanyaku sumringah
dan semua orang mengangguk pertanda iya.
“Iya din, waktu itu gue cuman
manas-manasin loe. Cuman buat ngelihat kamu cemburu atau gak?”ucap Rena membuka
suara.
“Kamu cemburu berat kan?
Sampai-sampai kakak pernah didiemin.”ucap kak Rafa.
“Maaf.”jawabku singkat
“Mankanya kalau ada orang
ngomong didengerin dulu ya adikku tercinta dan tersayang.”ucapnya sambil
mengacak poniku
“Ih, hobi banget ngacak-ngacak
poniku.”ucapku manyun. Sedangkan semua orang tertawa melihat aku manyun.
-THE END-
No comments:
Post a Comment