Saya datang membawa sebuah cerpen yang sangatlah jauh
dari kata sempurna. Jika ada salah-salah kata saya mohon maaf. Typo may be
applied. Don’t forget to give a comment.
Backsound recommended : Aerosmith – Don’t wanna miss a
thing
Let’s check it out ;)
Title : Don’t wanna miss a thing
Author :
ayunastiti14
Genre :
Sad, Romance
Cast :
Bisma Karisma as Bisma
Amelia
Anugerah as Amel
Other Cast
I could stay awake just to
hear you breathing
Watch you smile while you are sleeping
While you're far away and dreaming
I could spend my life in this sweet surrender
I could stay lost in this moment forever
Well, every moment spent with you
Is a moment I treasure
“Kejar aku, bakpau! Ayo!”teriak seorang oemuda yang sedang berlari
menuju puncak sebuah bukit kecil.
“Cungkring! Tungguin!”ucap si gadis tak kalah kencangnya. Ia juga
sedang berlari mengejar pemuda di depannya.
“Aww.”rintih si gadis sambil memegangi kakinya yang berdarah
terantuk batu karena tiba-tiba saja ia jatuh karena merasa badannya tak
seimbang.
Gadis itu mencoba untuk berdiri lagi. Tapi sepertinya syaraf kakinya
tak mau menjalankan apa yang diperintahkan oleh otak. Kakinya kaku seperti
robot. Pemuda yang dipanggil cungkring tadi pun berhenti, karena ia tak
mendengar derap langkah seseorang di belakangnya. Karena penasaran, akhirnya ia
pun membalikkan badannya dan mendapati gadisnya sedang terduduk di rerumputan
bukit itu sambil memegang kakinya. Pemuda itu pun tersenyum kecil dan berjalan
menghampiri gadis itu.
“Hei bakpau! Kenapa berhenti? Masa segitu doang udah capek?”ledek
pemuda itu.
“Bis, kaki aku gak bisa gerak.”keluh gadis itu sambil mencoba
menggerakkan kakinya yang benar-benar kaku.
“Amel, kaki kamu berdarah.”ujar Bisma dengan raut wajah yang
seketika berubah menjadi khawatir. “Sini aku gendong.”ucap Bisma dan
memposisikan punggungnya di depan Amel.
“Aku gak bisa berdiri, Bisma.”
“Jangan bicara macam-macam, Amel.”
“Aku gak bohong, beneran aku gak bisa berdiri.”
Bisma pun merasa semakin aneh. Ia pun membalikkan badannya dan
mendapati Amel yang sedang susah payah untuk berdiri. Namun, tak memberikan
hasil. Kaki Amel tak mau bergerak sedikitpun. Akhirnya Bisma memutuskan untuk
menggendong Amel di depan dan menuruni bukit dan membawanya ke mobil Audi putih
milik Bisma.
***
Sesampainya di rumah, tepatnya juga merupakan rumah Bisma. Bisma
segera membaringkan Amel di kamar mereka. Ya, mereka merupakan pasangan suami
istri. Tapi, nyatanya cinta mereka adalah cinta terlarang. Karena pada
kenyataannya, mereka adalah seorang kakak adik. Dan saat ini mereka hanya hidup
berdua tanpa keluarga. Tentu saja, ini semua karena hubungan mereka ditentang
keras oleh seluruh keluarga. Namun, dengan menamakan atas nama cinta mereka
tetap hidup bersama. Melalui rintangan hidup yang tak akan pernah ada habisnya
bersama.
“Kamu tidur ya, cantik. Kamu pasti hanya kecapaian. Nanti setelah
istirahat pastilah kamu bisa jalan lagi. Jangan takut. Aku di sini
untukmu.”ujar Bisma lembut dan mencium kening Amel cukup lama.
***
I don't wanna close my eyes
I don't wanna fall asleep
Cause I'd miss you, baby
And I don't wanna miss a thing
Cause even when I dream of you
The sweetest dream would never do
I'd still miss you, baby
And I don't wanna miss a thing
Bisma masih sibuk dengan laptop putihnya di meja makan sambil
sesekali menyeruput the panas buatannya, mengurangi hawa dingin yang menyergap
tubuhnya. Jam telah menunjukkan pukul tujuh malam, saatnya untuk makan malam.
Segera ia menyimpan berkas yang sedang ia ketik dan mematikan laptopnya. Ia
beranjak pergi ke kamarnya, membangunkan sang istri tercinta.
Betapa kagetnya Bisma ketika melihat orang yang dicintainya sedang
duduk bersandarkan ranjang dengan kaki yang diluruskan. Kedua telapak tangannya
menutupi wajahnya. Bahu gadis itu bergetar. Sesekali terdengar isakan-isakan
kecil. Ia menangis.
“Amel.”panggil Bisma lembut.
Mendengar suara lembut yang sangat familiar, Amel pun mendongakkan
kepalanya. Ia melihat belahan jiwanya sedang berjongkok di depannya. Tanpa
membuang waktu, Amel langsung mendekap tubuh hangat Bisma. Menenggelamkan
kepalanya di bahu Bisma. Bisma yang kaget dengan reaksi istrinya pun hanya
membalas pelukannya. Ia hanya diam membiarkan Amel menangis di bahunya, jika
memang ini membuat Amel tenang.
“Jangan tinggalkan aku, ku mohon.”mohon Amel di tengah isakan
tangisnya.
“Percayalah. Aku tak akan meninggalkanmu. Aku akan selalu di
sampingmu sampai maut yang akan memisahkan kita.”balas Bisma lembut sambil
mengusap-usap punggung Amel.
Mendengar jawaban tulus Bisma membuat Amel sedikit tenang. Sedikit
demi sedikit isakan Amel mulai reda. Amel pun menarik tubuhnya dari pelukan
Bisma. Ia menatap wajah Bisma lekat. Seakan mencoba memenuhi memori otaknya
dengan gambaran lekukan indah wajah Bisma. Bisma menatap mata almond Amel yang basah
karena air matanya dan menghapus air mata Amel dengan kedua jempol tangannya.
“Sekarang ceritakan padaku, kenapa kau terduduk di sini dan mengapa
kau menangis?”tanya Bisma lembut setelah dirasa Amel tenang.
“Aku takut.”
“Tenanglah. Tak perlu ada yang kau takutkan. Ada aku di sampingmu.”
“Aku takut, Bisma. Aku takut ini semua akan berlangsung lama.
Bisma menatap Amel dengan tatapan bingung.
“Aku tak bisa jalan, Bisma. Dan kurasa ini bukan karena aku
kecapaian.”
Bisma menggeleng pelan. Menatap mata almond Amel dengan lembut.
“Aku yakin, tak ada hal serius yang akan terjadi padamu.”hibur
Bisma.
“Sekarang kita makan. Aku akan memasakkan mie goreng special
untukmu. Tunggu ya.”tambah Bisma kemudian mengangkat tubuh Amel kembali
berbaring di ranjang.
Amel mengangguk dan tersenyum kecil. Sungguh, semua kata-kata Bisma
selalu bisa membuatnya tenang.
***
“A..a..ataksia dok?”tanya Bisma tak percaya pada dokter yang baru
saja memeriksa Amel.
“Anda tahu kan? Bagaimana penyakit ini?”tanya dokter itu.
Bisma mengangguk lemah. Ia tahu penyakit itu. Bahkan lebih dari
tahu. Kerena neneknya juga meninggal karena penyakit ini. Dan sekarang istri
sekaligus adiknya juga harus mengalami hal serupa. Apa ini sebuah cobaan karena
hubungan terlarang ini? Entahlah. Hanya Tuhan yang tahu.
***
“Jadi, apa kata dokter?”tanya Amel saat Bisma menghampirinya saat
keluar dari ruangan dokter.
“Kamu sehat kok.”ujar Bisma tersenyum. “Hanya saja ada syaraf yang
tak berfungsi, sehingga kaki kamu gak bisa jalan. Tapi, kalau kamu mau latihan
berjalan terus, kata dokter kamu bisa sembuh.”tambah Bisma. Ia sengaja
berdusta.
“Sungguh?”tanya Amel senang. “Makasih Tuhan.”lanjutnya.
Bisma hanya tersenyum kecil melihat Amel. Ia tak ingin melihat
keceriaan Amel harus hilang hanya karena ia tahu penyakitnya.
***
Lying close to you
Feeling your heart beating
And I am wondering What you're dreaming
Wondering If it's me you are seeing
Then I kiss you eyes and thank god were together
And I just wanna stay with you
In this moment forever, forever and ever
“Bisma, aku bener-bener sayang kamu. Aku bener-bener cinta sama
kamu. Meski aku tahu, seperti apa status hubungan kita.”ucap Amel saat mereka
berdua sedang berbaring di tempat tidur di kamar mereka.
“Aku tahu itu. Aku tak peduli dengan status atau apa pun itu. Dan yang
terpenting adalah sekarang kita berdua adalah pasangan suami istri. Dan kini
kau sedang berada di dekapan hangatku. Masih hadir di setiap aku membuka mata
ini. Masih selalu menjadi oksigen untukku bernapas. Kau hidupku, Amel. Aku tak
tahu bagaimana hidupku tanpa dirimu.”balas Bisma panjang lebar.
“Aku juga, Bisma. Aku tak mungkin bisa hidup tanpa dirimu. Kau
adalah kekuatanku. Kau adalah darah
dalam tubuhku. Kau adalah jiwa ku. Sungguh, aku tak ingin berpisah denganmu.”
“Sekarang kita tidur. Besok pagi kita terapi.”ujar Bisma lembut dan
menarik selimut hingga menutupi tubuh mereka berdua.
***
Saat ini mereka sedang berada di taman belakang rumah Bisma. Bisma
sedang melatih kaki Amel untuk berjalan. Terapi fisik seperti ini memang
dibutuhkan. Meskipun tak sepenuhnya membantu.
“Sakit, cungkring!”pekik Amel menahan sakit.
“Tahan dong, bakpau. Kalau mau sembuh ditahan dulu ya.”ujar Bisma.
“Aku gak kuat.”
“Tanggung sayang, sebentar lagi beberapa langkah lagi.”
Karena merasa tak kuat, Amel pun hampir jatuh. Untung saja, dengan
sigap Bisma menahannya dan mendudukkan Amel kembali ke kursi rodanya.
“Bener kan? Aku udah gak kuat.”ucap Amel kesal.
“Maaf deh maaf. Habis kurang dikit lagi dari target kita hari ini.”
“Iya sih. Tapi kaki aku gak kuat cungkring.”
“Maaf ya bakpau.”ujar Bisma sambil mencubit gemas pipi chubby Amel.
“Ish Bisma! Atit.”ucap Amel manja.
“Manja.”ledek Bisma sambil menarik hidung mancung Amel.
***
I don't wanna miss one smile
I don't wanna miss one kiss
Well, I just wanna be with you
Right here with you just like this
I just wanna hold you close
Feel your heart so close to mine
And just stay here in this moment
For all the rest of time
Kini, setiap pagi mereka selalu melakukan terapi fisik untuk Amel.
Sedikit demi sedikit terjadi perubahan pada Amel. Tapi hanya sedikit sekali
perubahan itu karena, hampir setiap mereka menentukan target Amel tak pernah
mampu mencapai target itu. Meskipun begitu, Amel tak pernah patah arang. Ia
tetap ceria dan selalu bersemangat.
Hari ini Amel sedang mencari novel yang ia beli satu minggu lalu. Ia
lupa di mana ia menaruh novel itu. Saat ia sedang membuka tumpukan map di meja
kerja Bisma, tiba-tiba saja ada sebuah amplop coklat panjang yang jatuh
melayang ke lantai. Dengan sedikit kesulitan, ia pun meraih amplop itu.
Tertulis jelas nama sebuah rumah sakit. Dengan rasa penasaran yang sudah
mencapai ubun-ubun ia pun membuka amplop itu.
Nama : Amelia Nugraha
Umur : 20 tahun
Positif mengidap penyakit
Ataksia.
“A..a.. ataksia? Jadi aku terserang ataksia?”
Amel tak tahu apa yang harus ia lakukan. Haruskah ia marah pada
Tuhan atau haruskah ia marah pada Bisma karena telah menyembunyikan ini semua?
Ia tak tahu. Yang ia tahu sekarang adalah cepat atau lambat tubuhnya akan kaku,
ia akan menjadi mayat hidup.
Sedetik kemudian, air mata Amel telah menetes dari mata Almond-nya.
Ia menangis. Sungguh dadanya terasa amat sesak. Ia tak bisa membayangkan apa
yang terjadi setelah ini. Kini kakinya sudah tak berfungsi. Sebentar lagi apa
yang tak berfungsi dari tubuhnya? Semua hanya tinggal menunggu waktu.
“Bakpau.. Aku pulang..”teriak Bisma saat ia memasuki rumahnya.
Ia baru saja pulang dari kantor, dan sekarang ia sedang membawa sebuah
kantong plastic berisi buah strawberry. Buah favorit Amel.
“Kok sepi sih? Amel kemana sih.”gerutu Bisma sambil mencari Amel di
setiap sudut rumah.
Bisma menatap kaget Amel yang sekarang sedang berada di meja
kerjanya dengan sebuah amplop coklat panjang yang berada di pangkuan Amel.
“Amel? Apa ia sudah tahu?”tanya Bisma dalam hati.
“Amel.”panggil Bisma pelan.
Amel menoleh menatap suaminya yang sedang berdiri di pintu
memandangi dirinya. Perlahan sudut bibir Amel tergerak dan membentuk sebuah
senyuman kecil. Mata almond-nya merah, pipinya pun telah basah karena air
matanya sendiri. Bisma menatap sendu Amel dan berjalan menghampirinya. Bisma
berjongkok di depan Amel mensejajarkan tingginya dengan Amel.
“Aku sudah tahu semua.”ucap Amel lembut bibirnya tersenyum tipis.
“Maaf.”ujar Bisma menunduk.
“Untuk?”
“Maaf aku tak memberi tahu mu tentang sebenarnya.”
“Tak ada yang sesuatu untuk dimaafkan dan juga tak perlu ada
seseorang yang meminta maaf. Ini adalah takdir Tuhan. Aku tahu alasanmu
melakukan ini semua.”ungkap Amel lagi-lagi tersenyum, memberi semangat untuknya
dan untuk orang di hadapannya dalam menjalani takdir ini.
“Berjanjilah padaku, akan selalu di sampingku. Aku ingin
menghabiskan sisa hidupku hanya denganmu. Aku tak butuh terapi. Aku hanya butuh
dirimu.”tambahnya.
“Aku berjanji. Demi apapun aku tak akan pernah meninggalkanmu.”
Amel tersenyum mendengar janji Bisma. Sungguh, bersama Bisma adalah
kenangan yang paling terindah dalam hidupnya. Sedetik kemudian, mereka telah
berpelukan. Keduanya menangis bersama. Mengingat semua yang telah terjadi dalam
hidup mereka. Mulai dari cinta yang tak sepantasnya hadir di antara mereka,
cinta mereka yang tak bisa diterima seluruh keluarga mereka, saat mereka harus
berjuang hidup saat orang tua mereka mengusir mereka, hingga kini saat keduanya
telah bersatu Tuhan memberikan cobaan kepada mereka berdua.
***
I don't wanna close my eyes
I don't wanna fall asleep
Cause I'd miss you, baby
And I don't wanna miss a thing
Cause even when I dream of you
The sweetest dream would never do
I'd still miss you, baby
And I don't wanna miss a thing
Senyuman kecil terukir di bibir Bisma ketika memandang Amel yang
sedang tertidur. Ia memperlihatkan setiap lekuk wajah Amel. Mulai dari mata
almond-nya yang selalu memancarkan keceriaan dan semangat yang tak pernah
hilang. Bahkan di saat ia tahu tentang penyakitnya mata itu masih tetap bersinar
terang. Membuat setiap orang yang memandang matanya melihat baha Amel bukanlah
orang lemah. Sesulit apapun takdir yang harus dijalaninya. Berikutnya adalah
hidung Amel yang mancung. Kemudian turun ke bibir merahnya yang tipis. Bibir
yang selalu tersenyum meski apapun yang terjadi. Sungguh Amel seperti bidadari.
Bisma merasa sangat beruntung bisa memiliki seorang Amel untuk melengkapi
hidupnya.
Namun, perlahan air mata Bisma menetes. Ia sungguh tak tega melihat
Amel yang harus menanggung ini semua. Jikalau mungkin, ia ingin menggantikan
posisi Amel. Menggantikan semua penderitaan ini.
“Tuhan, berilah selalu kekuatan kepada dirinya. Izinkanlah aku
menemani dan membahagiakannya hingga nanti Engkau datang menjemputnya.”
***
“Pagi tuan putri.. siap untuk menjalani hari ini?”sapa Bisma pada
Amel yang sedang terbaring.
“Aku selalu siap menjalani hari-hariku asalkan bersamamu.”jawab Amel
tersenyum lebar.
“Bis, aku rindu mama papa. Andai aku bisa bertemu mereka.”
“Aku bisa membawamu pada mereka. Kau mau? Aku bisa mengantarkanmu
hari ini juga.”tawar Bisma.
“Gak. Aku gak ingin ngelihat kamu dipukul papa. Itu hanya akan
membuatku tambah sakit.”
“Tapi, bukankah kamu merindukannya?”
“Rindu ku tak penting. Hanya kamu yang terpenting.”
Bisma tersenyum mendengar pernyataan Amel. Meski begitu, ia berjanji
pada dirinya sendiri akan membawa orang tua mereka ke hadapan Amel.
***
Jam masih menunjukkan pukul tujuh malam, namun Amel telah tidur. Ia
lelah setelah seharian Bisma mengajaknya jalan-jalan di taman bunga. Menghirup
sejuknya udara taman. Dan melihat hamparan bunga yang indah.
Bisma memandang Amel yang sedang tidur dengan tenang. Ia mencium
kening Amel dan tanpa sepengetahuan Amel, Bisma melajukan mobilnya menuju
kediaman rumah orang tuanya. Ia telah berjanji akan membahagiakan Amel, bukan?
Dan apapun resiko itu ia akan mengambilnya.
Setelah perjalanan yang cukup lama, akhirnya Bisma tiba di sebuah
rumah yang cukup besar. Rumah masa lalunya. Ia turun dari mobilnya yang ia
pakirkan di depan gerbang rumah. Ia memencet bel rumah berulang kali, namun
nihil tak ada seorang pun yang membukakan gerbang untuknya. Bisma mencoba
membuka pagar rumahnya, dan ternyata tak dikunci. Dengan hati yang sudah yakin,
ia melangkahkan kakinya ke dalam rumah.
“Hai, anak durhaka! Ada apa kau kemari? Mau minta uang? Apa uangmu
telah habis untuk membiayai istrimu, eoh?”sentak seseorang di belakang Bisma.
“Papa.”lirih Bisma dan membalikkan badannya menghadap papanya.
“Atau kau mau aku pukul lagi?”
“Aku hanya ingin minta tolong kepada Papa.”
“Masih berani kau meminta bantuanku?”
“Aku mohon pa, ini adalah permintaan Amel. Aku mohon.”mohon Bisma
dan berjongkok memeluk kaki papanya. Namun, papa Bisma melepaskan pelukan Bisma
dengan kasar sampai-sampai Bisma terjorok ke belakang.
“Bisma.”panggil seorang wanita paruh baya di belakang Bisma.
Bisma pun menoleh dan mendapati mamanya yang sedang berdiri
memandang dirinya. Tetesan air mata pun jatuh dari sudut matanya.
“Mama kangen kamu sayang.”ucap mama Bisma dan menghampiri anak
laki-lakinya itu.
“Kenapa kau tak mengajak Amel?”tanya mama Bisma.
Belum sempat Bisma menjawab ucapan mama Bisma, papa Bisma menarik
Bisma dari belakang sehingga pelukan mereka terlepas.
“Ma, lebih baik mama masuk.”perintah papa Bisma.
“Gak pa! bagaimanapun juga Bisma adalah anakku. Aku mohon berilah ia
kesempatan untuk mengatakan apa tujuan Bisma kemari.”bantah mama Bisma.
“Baik, cepat katakana apa kemauanmu. Dan cepatlah pergi dari
rumahku.”ucap papa Bisma akhirnya.
“Aku hanya meminta mama dan papa menemui Amel. Ia sangat merindukan
kalian. Aku hanya ingin memberinya kebahagiaan di sisa hidupnya yang mungkin
tak akan lama. Aku mohon.”jelas Bisma. Matanya sudah berkaca-kaca. “Terima
Kasih. Aku pergi.”
***
“Ada apa, Bis?”tanya Amel pada Bisma saat melihat Bisma yang raut
wajahnya berubah setelah menerima telepon.
“Itu tak penting. Hanya salah sambung.”jawab Bisma.
“Au tahu, kamu berbohong. Kamu tahu kan aku gak suka orang yang
tukang bohong?”
“Ng.. ng.. itu tadi karyawan aku telpon bahwa ada seorang client besar
yang protes karena iklan yang sudah dikirimkan tak sesuai dengan apa yang
sebelumnya sudah kita sepakati.”jujur Bisma akhirnya.
“Berangkatlah.”perintah Amel.
Bisma yang mendengar itu sedikit terkejut. Ia tak mungkin
meninggalkan Amel seorang diri. Mengingat keadaan Amel saat ini semakin
memburuk.
“Berangkatlah Bisma. Itu adalah kerja kerasmu selama ini. Tak
mungkinkan kamu ingin menghancurkan kantor yang telah kau dirikan sendiri
dengan susah payah? Berangkatlah. Aku tak apa. Jangan khawatirkan aku seperti
seorang anak kecil yang tak bisa berbuat apa-apa. Aku janji tak akan melakukan
hal yang macam-macam sampai kamu kembali.”
“Tapi,,”
“Aku mohon Bisma. Demi aku.”
***
Akhirnya masalah yang cukup rumit dan sempat membuat Bisma naik
darah itu pun akhirnya terselesaikan. Ternyata ini hanya sebuah kesalah
pahaman. Dan client Bisma akhirnya mengerti.
“Amel, aku berhasil. Ini demi kau, Amel.”batin Bisma dan segera
melajukan mobilnya menuju rumah.
“Sayang, aku pulang!”teriak Bisma sesampainya di mabang pintu rumahnya.
Namun tak ada sahutan dari dalam rumah. Tanpa ragu lagi, Bisma pun
masuk ke dalam rumahnya dan ia hanya mendapati kursi roda Amel tanpa ada Amel
di atas kursi roda itu. Ini membuat Bisma menjadi khawatir. Dengan langkah
cepat, ia berjalan ke setiap sudut rumah. Namun nihil, ia tak menemukan sosok
yang dicarinya. Hingga tiba-tiba ada sebuah note kecil berwarna kuning yang jatuh di bawah kursi roda Amel.
‘Amel pingsan. Ia kami bawa
ke Rumah Sakit.’
“Pingsan? Rumah Sakit?”
***
Di depan pintu ruangan UGD, Bisma mendapati kedua orang tuanya.
Papanya sedang berdiri bersender ke tembok, kepalanya menunduk. Sedangkan
mamanya sedang menunduk menangis di ruang tunggu.
“Bagaimana bisa kalian ada di sini?”tanya Bisma dan membuat kedua
orang di depannya mendongakkan kepala.
“Mengapa kau tak memberitahukan pada kami tentang keadaan adikmu?
Kenapa kami malah harus tahu dari orang lain?”tanya Mama Bisma.
“Maaf ma, bukannya Bisma tak mau memberitahukan ini semua. Tapi
sepertinya, itu tidaklah penting untuk kalian. Bukankah kalian pernah bilang
kepada kami bahwa tak akan mengkhawatirkan kami apapun yang terjadi?”sindir
Bisma.
“Jaga omongan kamu,
Bisma.”sentak papa Bisma dan memeluk mama Bisma yang semakin terisak.
“Maaf, adakah di sini yang bernama Bisma?”tanya suster yang baru
saja keluar dari dalam tempat diperiksanya Amel.
“Saya, sus.”ucap Bisma.
“Bisa ikut saya ke dalam?”
Bisma mengangguk dan mengikuti suster di depannya dan menghiraukan
kedua orang tua yang memandangnya.
Bisma pun duduk di samping ranjang Amel dan menggenggam jemari
tangan Amel. Bisma tersenyum memandang Amel. Ia tak akan menangis meski
daritadi dadanya telah penuh sesak. Ia tak ingin Amel melihatnya menangis.
“Amel, aku berhasil. Kantor sudah normal.”curhat Bisma.
Amel yang mendengar itu hanya tersenyum.
“Bis.. a.aku tak ma.mau di..di sini aku mau pu..pulang.”ucap Amel
tersendat-sendat karena penyakit yang menggerogoti tubuhnya telah sampai
mempengaruhi kemampuannya berbicara.
“Kamu harus dirawat, Amel. Aku gak mau terjadi apa-apa sama kamu.”
“A..aku mohon.”
“Iya nanti aku usahakan. Sekarang kamu istirahat dulu ya. Aku mau
bicara sama dokter.”
Amel mengangguk pelan dan tersenyum.
***
Amel tersenyum senang ketika akhirnya ia bisa kembali ke rumahnya.
Ia merasa lebih tenang berada di sini. Apalagi di sini mereka adalah keluarga
yang lengkap. Kedua orang tua mereka juga ikut ke rumah Bisma. Ini semua adalah
permintaan Amel. Dengan berat hati, Bisma menyanggupi permintaan Amel. Amel
adalah segalanya. Bahkan jikalau Amel meyuruhnya untuk terjun ke jurang pun
akan ia lakukan. Tapi sepertinya hal itu tak mungkin.
Kini Amel sedang bercanda tawa dengan mamanya. Ini adalah hal yang
sudah lama tak pernah mereka lakukan. Sungguh, Amel merindukan saat-saat ini.
Bisma hanya dapat melihat mereka berdua dengan senyuman kecil. Ia mencoba
merekam semua kenangan yang mungkin sebentar lagi akan berakhir. Ia menyimpan
setiap lekuk wajah Amel yang sedang tersenyum bahkan sedang tertawa dan
cemberut saat mama menggodanya. Sungguh, ia tak akan pernah melupakan wajah
indah itu.
***
“Kau tahu, dirimu lebih indah daripada apapun di dunia ini. Bahkan
kau lebih indah daripada matahari yang sedang beranjak kembali ke peraduannya
itu.”
Lagi-lagi Amel hanya tersenyum mendengar pujian Bisma. Ia kembali
menatap matahari terbenam di depannya. Sekarang ini, mereka sedang berada di
atas bukit yang tak jauh dari rumah menikmati setiap detik matahari terbenam.
Bisma berdiri di sampin Amel sambil menggenggam kedua tangan Amel erat.
“Bis, te..terima ka..kasih.”ucap Amel.
Bisma pun menoleh pada Amel kemudian berdiri dengan lututnya
menghadapa Amel.
“Untuk?”
“Tuhan berikan aku kelancaran untuk mengucapkan ini, Tuhan.
Tolonglah aku.”batin Amel.
“Untuk semuanya.”
Bisma sangat senang ketika mendengar Amel berbicara lancar. Tapi ia masih
ingin mendengarkan apa yang akan diucapkan Amel selanjutnya.
“Aku bahagia karena kau telah mau menjadikanku bagian dari hidupmu.
Mencintaiku dengan tulus. Menyayangi ku dengan sepenuh hatimu. Kau selalu ada
di saat aku membutuhkanmu. Selalu melindungi dan menjagaku. Selalu memberi
semangat dalam hidupku. Jika aku tiada nanti, berjanjilah untuk mencari wanita
lain. Mencari jodohmu yang sesungguhnya.”
“Aku..-“
“Jangan protes, Bisma. Aku ingin kau berjanji tak akan menangis jika
aku tinggal pergi. Aku mau kamu jadi laki-laki yang kuat. Aku tak ingin melihat
suami sekaligus kakakku yang cungkring ini jadi tambah jelek karena menangis.
Nanti bisa-bisa tak ada wanita yang mau mendekatimu. Janji?”
“Aku janji aku tak akan menangis. Demi kamu.”
Amel tersenyum lebar mendengar janji Bisma. Bisma pun juga membalas
senyum Amel untuk menunjukkan bahwa ia adalah laki-laki yang kuat. Bisma dan
Amel pun kembali menatap matahari terbenam yang tinggal seperempat itu. Amel
merasa sangat tenang untuk saat ini.
Perlahan, mata Amel terpejam. Meninggalkan dunia yang indah ini
menuju keabadian yang ia yakini akan lebih indah. Bibirnya tersenyum tulus.
Mulai saat ini, Bisma tak akan bisa melihat senyuman manis Amel dengan mata almond-nya yang
bersinar.
-The End-
Jangan lupa commentnya. Aku butuh comment kalian ;)
Kamsa^^ *bow
Follow : @ayunastiti14
No comments:
Post a Comment